Temaram senja itu kembali mengingatkanku akan kisah manis kita. Udaranya cukup tercemar asap knalpot. Suara bising kendaraan yang berlalu lalang cukup mengganggu pendengaran. Tapi tak jadi masalah yang berarti, semua jadi sejuk dan damai karena kamu, senyummu, tawamu...
Entah kenapa kita berdua putuskan untuk duduk disana. Kita tak sendiri, lelaki paruh baya disamping kita sibuk menelfon, disudut lain beberapa gadis asik mengobrol. Para pejalan kaki terus saja melintas di depan kita. Tapi terasa hanya berdua saja seolah tak ada yang memperhatikan kita.
Aku mulai membuka bungkusan kecil yang kita beli tadi, dua potong roti di dalamnya, satu untukmu dan satu untukku...
Rotiku bertabur kismis terlihat lezat dan punyamu terlihat cukup menarik. Aku suka sekali kismis tapi sore itu aku ingin sekali kamu yang mencobanya dulu. Gigitan pertama untukmu, kamu selalu senang disuapin, manja!!! ehm... krimnya nempel dibibirmu, membuatku tertawa kecil melihatnya. Kamu bilang enak, pilihanku selalu sesuai dengan seleramu meski aku tau kamu lebih suka roti yang rasanya gurih. Selalu berbagi, itu yang kamu ajarkan padaku. Gigitan pertama rotimu kamu relakan untukku. Liat saja tingkah kita berdua, selalu mengundang orang lain untuk memperhatikannya. Tak lagi kita pikirkan apa yang ada di otak mereka ketika melihat tingkah kita tadi. Kamu selalu bilang," mereka kan nggak mengenal kita, cuek aja..."
Kita nikmati roti kita, sambil bercerita tentang semua hal, mengomentari seekor burung yang sibuk mencari ranting untuk sarangnya, mengomentari mobil yang lewat. Kamu bilang suatu hari nanti pengen punya satu yang bagus dan aku selalu menambah impianmu itu dengan imajinasiku, sempurna... kita memang dua orang yang punya impian dan imajinasi
tinggi. Tak pernah kurasakan kismis semanis sore itu, mungkin rasanya jadi lebih manis karena senyummu...
Semakin senja, suasana mulai gelap ketika kita beranjak pergi. Roti kita juga sudah habis. Sebenarnya aku ingin lebih lama lagi duduk disudut itu bersamamu, dibawah pohon. Sebentar lagi, lampu-lampu di pohon itu menyala, suasana jadi lebih romantis. Bukankah dari dulu kita suka suasana romantis karna mungkin tanpa kita sadari kita berdua memang orang yang romantis. Tapi kamu begitu cepat mengajakku beranjak. Tak apalah, mungkin lain kali. Kulangkahkan kaki mengiringi langkahmu, masih sempat kita saling bercanda. Tak pernah kamu sadari, di dalam hatiku begitu mengagumimu. Sepanjang senja aku kuatkan hatiku untuk bersikap sewajar mungkin meski hatiku tak pernah berhenti memujamu.
Saatnya tiba juga, kamu harus pergi dan kita berpisah lagi. Kudengar sayup suara adzan magrib ketika kita saling berucap kalimat perpisahan, "hati-hati dijalan, makasih ya..." hanya itu yang sempat aku ucapkan. Padahal masih banyak kalimat yang ingin aku ucapkan. Tapi semua tertahan di tenggorokanku. Ingin sekali aku mengatakan "jangan pergi, aku masih ingin bersamamu, aku masih kangen kamu, aku masih pengen ngobrol, aku masih pengen liat kamu tersenyum, tertawa, aku masih pengen sama kamu..."
Aku masih sempat melihatmu tersenyum setelah mengucapkan salam, kemudian berlalu pergi... aku memandangimu dari kejauhan hingga tak lagi terlihat. Kuhirup nafas panjang dan menghembuskannya, cukup menenangkan hatiku yang galau setelah kepergianmu...
Aku buka pintu kamarku, kurebahkan tubuhku di kasur yang nyaman meski jauh dari kata empuk. Aku tersenyum kecil, kembali mengingatmu dan semua yang terjadi. Kisah manis kita semanis kismis yang kita nikmati berdua, kisah yang akan selalu aku kenang hingga nanti kita bertemu lagi, entah kapan... Dan nanti ketika kamu telah pergi jauh menembus awan dan memulai kisah baru tanpa diriku (seperti yang selalu kamu bilang), aku berjanji akan tetap datang ke tempat indah itu, di kala senja dan membawakan kismis untukmu...
(Our "Kismis", Malang 19 Jan'11)
Komentar
Posting Komentar